‘Tuhan memberikan apapun yang akan kau butuhkan, bukan apa yang kau minta’, begitu kata sebagian banyak orang. Tapi tahukah kah kau, terkadang Tuhan juga akan mengabulkan apa yang pernah kau inginkan atau kau ucapkan. Entah kau pernah berucap
‘bagaimana ya rasanya kalo ada ditempat dan situasi yang sama dengan dia’..
‘enak kali ya kalo sakit, bisa diperhatiin’..
‘masalah kayak gitu mah gampang’..
atau banyak hal lain yang biasanya mudah saja terucap atau terpikirkan oleh kita. Padahal kenyataannya tidak demikian adanya.
Ambil contoh saja kalo kita berpikiran ‘enak kali ya kalo sakit, bisa diperhatiin’..
Kalo kita berpikiran lebih jauh,, kalau kita sakit, kita tidak bisa melakukan apa yang biasanya kita lakukan, makan-makanan yang biasa kita makan, malah menambah beban orang lain khususnya orang tua, dan malah mengeluarkan biaya-biaya yang seharusnya tidak perlu kita keluarkan. Banyak tugas-tugas tertunda jika kita sakit dan masih banyak hal lainnya yang setidaknya kita mengerti bahwa ‘SAKIT ITU TIDAK ENAK’. Ya, terkadang memang cara seperti ini yang Tuhan lakukan untuk kita mengerti suatu hal, yaitu dengan MENGALAMINYA LANGSUNG. Dengan begitu akan tercipta pola pikir tertentu yang membuat kita (manusia) tidak akan melakukan tindakan yang gegabah atau asal-asalan berpendapat , berpikir, atau melakukan sesuatu.
Seperti kejadian tugas akhir saya. Di pertengahan semester genap lalu saya pernah berdiskusi dengan dosen pembimbing akademik saya tentang tugas akhir ataupun penelitian. Saat itu saya sangat bersemangat untuk merencanakannya, ingat sekali saya, tetapi beliau mengatakan ‘sudah jangan pikirkan sampai kesana dulu, focus yang ini saja dulu’. Well, ada benar nya dan ada salahnya juga. Karena kalau PKM saya waktu itu diteruskan mungkin saya memiliki data yang kacau,. Tetapi salahnya justru membuat semangat saya hilang untuk memikirkan, merencanakan, dan melakukan penelitian tugas akhir. Kamu mungkin tidak akan pernah mengerti kenapa harus dipikirkan seperti itu? Ya, karena pada saat itu teman-teman saya sudah banyak yang merencanakan, mengetag dosen pembimbing skripsi, bahkan sudah ada yang melakukan.
Fine, saya juga masih ada tanggung jawab di organisasi pikirku. Setelah selesai saya akan focus ke tugas akhir pikirku. Tapi tahukah kau ketika kau berpikiran seperti itu, ternyata kau telah membuang kesempatan untuk dekat dengan dosen pembimbing yang cocok denganmu? Kau telah membuang kesempatan untuk mendapat arahan ataupun proyek yang mungkin cocok dengan mu? Atau parahnya kau hanya akan mendapat sisa dosen untuk membimbing tugas akhir mu yang notabene nya adalah dosen yang tidak cocok dengan mu? Yang lebih ekstrim jika kau penelitian menjelang akhir, dan ternyata ketika selesai datamu tidak diterima dan harus mengulang, berarti kamu harus memulainya dari awal lagi dan itu artinya kamu akan tertinggal dengan teman-temanmu?
Dulu diawal semester ganjil, saya kembali bertemu dosen pembimbing akademik saya, dan membicarakan banyak hal hingga merencanakan banyak hal. Tapi tahukah kamu rencana menjelang akhir adalah suatu yang salah? Disaat semua orang sudah hampir mencapai garis tengah, kamu baru akan merencanakannnya. Well, rencana yang belum ada ‘TITLE’ nya sama sekali. Saya dan 2 teman saya, tidak dianjurkan untuk ikut proyek apapun dari dosen, ataupun hanya sekedar ikut dan asal memulai. Akan tetapi di akhir semester proposal harus sudah selesai. What de?! Pasti kalian berpikir aneh. Kami pun pada saat itu berpikir demikian. Bagaimana ceritanya kami merangkai proposal secepat itu tanpa diperkenankan ikut dengan penelitian lain. Waktu terus berjalan dan kami semakin membuang waktu untuk sekedar mencari ide atau topik.
Menjelang pertengahan, satu teman ku menyerah mencari ide dan ikut penelitian S2. Berarti tinggal aku dan temanku. Kami berdua semakin risau dan galau karena waktu terus berputar. Menjelang awal bulan November lalu, kami mendapat kabar tentang info penelitian S3 dari seorang dosen. Dan dengan cepat kami hubungi dan mengikuti petunjuk teknis yang beliau sampaikan. Dengan pernyataan bahwa bahan baku pakan dari lab, bahan baku utama penelitian dari beliau. Segala hal sudaha diurus mulai dari piket kandang pagi siang sore, hingga harus bolos kuliah pagi karena pekerjaan yang dilakukan banyak sekali. Lelah rasanya, baru persiapan tapi perubahan ini itu mulai dari parameter, lama penelitian, ransum dan lainnya kami rasakan. Hingga saat proposal sudah jadi, perlakuan sudah mau dimulai, beliau berkata tidak bisa membimbing kami. Bingung ? jelas lah. Saya kesana kemari mencari info dosen yang bisa membimbing, hingga mendapat ceramahan, dan sebagainya hingga presepsi yang saya tangkap adalah beliau tidak mau kalau bukan menjadi PS 1. Setelah itu, saya sampaikan semua keluh kesah saya terhadap kejadian termasuk beliau yang rencananya menjadi PS 2 saya pada dosen pembimbing akademik saya sekaligus yanga akan menjadi PS 1 saya, dan beliau menyarankan lebih baik cari dosen yang lain kalo gitu jangan beliau. Pusing? JELAS. Satu masalah hampir selesai, malam harinya, dosen yang akan S 3 itu meng sms saya dan teman saya, bahwa kalau bisa bahan utama penelitian ini kami juga ikut mencari dan membeli untuk stok. Nah kan keluar jalur kesepakatan yang tadinya bahan baku utama dari beliau. Tambah pusing? PASTIII. Karena harga 1 lt bahan bakunya 100 rb. Sedangkan dalam penelitian ini hampir memakai hingga 6% dengan ternak berjumlah 12 ekor. Kalau dihitung-hitung bisa mencapai 7 juta an lebih hanya untuk bahan baku utama saja selama penelitian. Belum lagi bahan baku ransum yang tidak biasa digunakan di lab harus dibeli sendiri, seperti halny bungkil kedelai yang harganya cukup mahal. Bisa-bisa untuk penelitian yang kurang lebih selama 2 bulan ini bisa menghabiskan 10 jt hanya untuk saya menamatkan S 1. Apakah logika saya bisa menerimanya? Apakah dana saya mencukupi? Kalau data penelitian ini gagal, berarti harus diulang, lalu berapa biaya lagi yang harus saya keluarkan? TIDAK, logika pemikiran saya tidak dapat menerimanya.
Beliau dengan mudah berkata ,’ sok aja kalo mau diteruskan , kalo kemahalan apa diganti bahan baku utamanya aja juga bisa? Kalo tidak mau meneruskan juga tidak apa-apa. Terserah saja’. Bagaimana jika kalian diposisi yang sama dengan saya dan teman saya? Banyak option yang sebenarnya bisa dilakukan. Tapi saya memikirkan banyak hal termasuk perasaan dosen tersebut. Apa yang harus saya lakukan? Meneruskan atau menyudahinya? Yang saya pikirkan adalah cepatlah kembali wahai pembimbing akademik ku, kami sangat bingung.
Lalu saya melihat lagi yang dulu pernah pembimbing akademik saya berkata, bahwa tidak diperkenankan mengikuti proyek ataupun hal sejenisnya. Mungkin karena hal ini pikirku. Ya, Tuhan menunjukkan pada kami salah satu jawaban kenapa kami tidak diperkenankan untuk sekedar ikut proyek ataupun hal sejenisnya dan lebih baik mempunyai ide sendiri. Dan saya baru paham saat ini, ketika saya berpikir dan ketika saya BENAR-BENAR MERASAKANNYA LANGSUNG.
0 Responses
Langganan:
Posting Komentar (Atom)